Anak Berkebutuhan Khusus PART 23
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (Part 23)
Diffarina berkata, "Tentu boleh dong Pi, Ingat pekerjaan kamu itu rezeki sekaligus amanah. Lakukan yang sebaik mungkin biar semuanya berkah."
Deeggg. Lagi-lagi Edwin terkejut. Selama ini dia banyak sekali tidak jujurnya dalam mengemban pekerjaan sebagai kontraktor.
"Eh, Kok malah diam. Ayo cepat sudah ditunggu klien." Tegur Diffarina.
Sedikit terkejut, Edwin menjawab. "Oh iya-iya dong Mi. Tadi mikir berat gitu ninggalin kamu disaat kondisi kamu kayak gini. Tapi ya sudah gak apa-apa. Ada para art dirumah yang siap menjaga kamu dan Aldino. Ingat kamu habis ini langsung istirahat ya. Emuuach." Ciuman hangat mendarat di kening Diffarina.
Edwin segera menemui Bi Siti untuk menitipkan Diffarina. Sebab dia hendak keluar bertemu dengan klien. Padahal dia ingin bertemu dengan mantan kekasihnya, Yakni dr. Cantika.
"Tempat pertama kita ngedate dulu. Caffe Mars , Jl. Cempaka no 17." Pesan WA dari dr. Cantika yang dibaca Edwin disertai foto meja nomor 9.
Edwin masih ingat betul. Dimeja itu juga dulunya digunakan Edwin menyatakan cintanya pada dr. Cantika. Dia mulai bersemangat mengulangi masa-masa indahnya dulu.
Edwin membawa mobil mewahnya melaju. Tak sampai dua puluh menit dia sampai dihalaman parkir Caffe Mars. Beberapa mata tertuju pada dia lengkap dengan ketampanan dan mobil mewahnya.
Dia lihat dr. Cantika telah menunggunya meja nomor sembilan. Meja itu terletak teras lantai kedua. Dari bawah Edwin melihat kecantikan serta keanggunan dr. Cantika dengan menggunakan gaun merah jambu yang ia belikan dulu. Rambut indahnya terurai diterpa semilir angin. Mengetahui Edwin sudah datang, dr. Cantika melambaikan tangan. Edwin balas dengan senyuman dan bersemangat berjalan menuju dr. Cantika.
Sesampai di meja nomor sembilan dr. Cantika menyapa,
"Selamat malam suami orang."
Edwin nyengir kecut sembari memalingkan muka.
"Ternyata kamu masih mau ya menemui perawan tua ini secara pribadi." Lanjutnya lagi.
"Eh bukan perawan sih. Kan kamu yang udah merenggutnya dulu. Lebih tepatnya ternyata kamu masih mau ya menemui gadis tapi bukan perawan ini." Lanjut dr. Cantika yang membuat Edwin menggelengkan kepala salah tingkah.
Seketika suasana hati Edwin berubah menjadi kesal. Edwin berkata,
"Cantika. Kamu itu ngomong apaan sih, Kamu ini seorang dokter loh. Dokter yang sukses, Profesional, Punya klinik, Please kamu seharusnya punya value yang lebih dari perkataanmu barusan..
"Anggap aja value aku udah habis tak tersisa. Kamu habiskan. Sex before marriage. Kamu gak mungkin lupa." Potong dr. Cantika.
"Begini ya, Bu dokter yang terhormat. Berapa yang harus kubayar untuk ganti rugi biaya operasi keperawanan kamu? Jangan bilang kamu gak tau menahu soal teknologi operasi keperawanan!" Tekan Edwin yang emosinya semakin tersulut.
"Cuihh. Pak kontraktor yang sukses, Menantu dari pemilik PT Kitaro yang kaya raya. Kalau saya mau, Saya udah melakukan operasi itu sejak dulu. Tanpa harus mengemis biaya dari kamu. Ini bukan tentang biaya, Ini bukan tentang fisik yang kembali menjadi gadis. Ini tentang mentalku dan tanggung jawab kamu. Mana tanggung jawab kamu Edwin." Tuntut dr. Cantika dengan mata berkaca-kaca.
"Mental apa? Apa aku dulu memaksamu? Melecehkanmu? Memerkosa kamu? Kita lakukan itu atas dasar suka sama suka. Jadi kenapa kamu nyalahin aku?" Suara Edwin mulai meninggi.
Tak mau kalah, dr. Cantika membantah, "Tapi kamu dulu merayu aku. Kamu dulu berjanji menikahi aku. Kamu dulu berjanji sehidup semati bersamaku.."
"Tapi dulu orang tuamu tidak setuju karena aku miskin. Apa sudah kamu bilang ke orangtuamu. Bahwa lelaki yang dihina dan ditolaknya karena miskin sekarang sudah berjaya. Dan orangtuamu berubah pikiran. Lalu kamu meminta tanggungjawab walau aku sudah punya istri. Hahaha apa-apaan kamu!" Potong Edwin
Byurrr.
"Jangan bawa nama orang tuaku mereka tidak tau apa-apa!" Bentak dr. Cantika sembari menyiram wajah Edwin dengan jus alpukat yang telah dipesannya.
Sontak membuat mereka berdua menjadi pusat perhatian orang sekitar.
Tak kuasa menahan emosi, Edwin hendak melayangkan sebuah pukulan. Namun pukulan itu berhasil ditangkis oleh seseorang sebelum mendarat di pipi dr. Cantika.
"Jangan menyakiti fisik wanita Bos. Apapun masalahnya, Wanita bukanlah lawan kita sebagai lelaki." Sergap laki-laki itu yang tak lain adalah Andre.
Edwin segera melepaskan tangannya. Lalu menunjuk dagu Andre,
"Hey, Kamu itu kuli baru itu kan? Pacarnya Tuminah, Art ku. Yang kemarin mohon-mohon minta pekerjaan pada saya. Bahkan untuk menikah secara sederhana saja belum mampu. Heh, Tidak usah sok bijak menasehati aku! Hidup masih tidak karuan pakai gaya-gayaan menasehati. Hidup ini jangan kebanyakan teori!"
"Maaf Bos, Jika saya terlalu lancang mengatakan itu kepadamu. Tapi walaupun hanya seorang kuli akan tetapi saya berpikir jangka panjang. Bagaimana jika perlakuan kekerasan yang Bos lakukan terekam oleh cctv dan bisa menjadi bukti, Disini juga banyak orang yang bisa menjadi saksi. Jika saja wanita ini mau melapor ke pihak kepolisian. Maka bukti dan saksi sudah lengkap." Jelas Andre.
Edwin menatap sekeliling. Memang terpapang cctv serta ada beberapa mata yang meliriknya.
"Saya tau Bos, Wanita ini bukanlah istri Bos. Andaikan dia memperkarakan kekerasan darimu maka kasusnya pun menjadi meledak. Karena baik Bos maupun wanita ini adalah sama-sama orang penting. Kontraktor dan dokter. Bayangkan saja jika istri Bos tau, Ibundanya Bos tau. Maka Bos bukan hanya terlibat hukum. Tapi keharmonisan rumah tangga Bos jadi berantakan." Jelas Andre lagi.
Edwin terdiam seribu bahasa. Dia merasa ada benarnya yang dikatakan Andre.
"Terimakasih, Laki-laki baik. Tak mengapa profesi kuli. Uangmu halal dari hasil keringatmu sendiri. Tidak memeras ataupun memanipulasi oranglain. Tak mengapa meski kamu sekarang tak punya uang setidaknya kamu benar-benar berjuang untuk menikahi pacarmu. Bukan mempermainkan wanita!" Kata dr. Cantika pada Andre namun dipenuhi sindiran untuk Edwin.
"Sama-sama Bu Dokter, Maaf saya permisi dulu, Saya tidak ingin mencampuri urusan kalian lebih jauh lagi. Saya datang hanya sebatas mendamaikan. Permisi Bu, Pak." Pamit Andre meninggalkan tempat tersebut.
Sementara Edwin mengikutinya hingga ke parkir.
"Andre. Berhenti!" Panggil Edwin.
"Duduklah, Ada yang ingin aku bicarakan sama kamu." Perintah Edwin kemudian mereka berdua duduk di gazebo di tepi parkiran.
"Ada apa Pak?"
"Begini, Aku minta maaf tadi udah arogan sama kamu. Ternyata yang kamu omongin benar. Hampir saja aku lepas kontrol dan bisa menghancurkan semuanya." Kata Edwin menunduk.
"Santai saja Pak. Udah aku maafin. Namanya orang lagi emosi ya wajar bicara begitu." Balas Andre.
"Kira-kira aku perlu bantu kamu apa supaya kamu bisa jaga rahasia pertemuanku dengan dr. Cantika dari istriku?" Tanya Edwin memelas.
Andre mengernyitkan dahi.
"Kamu ucapkan saja berapa atau dengan apa aku bisa ..."
Andre memotong, "sudahlah Pak, Sudah saya katakan saya tidak mau terlibat urusan kalian lebih jauh. Jadi saya gak berharap apapun dari Bapak dan saya tidak akan memberitahu masalah Bapak kesiapapun karena itu bukan urusan saya."
"Kamu serius? Tolonglah kamu ambil saja imbalan dari saya! Please." Bujuk Edwin.
"Serius Pak. Maaf, Saya tidak mau." Tegas Andre.
"Yaudah. Kalau begitu temui saya dikantor pusat besok. Saya ingin mengangkat kamu menjadi staf." Ujar Edwin.
"Gak Pak. Saya hanya lulusan SD. Tidak bisa komputer dan syarat lain yang memenuhi. Hehehe Bapak bisa aja bercandanya." Kata Andre tak percaya.
"Tidak ada orang yang tidak bisa. Yang ada adalah orang yang tak mau belajar. Biar begitu. Aku melihat kamu orang yang cerdas. Kamu harus mau ambil kesempatan ini. Ingat ada Tuminah yang harus kamu bahagiakan." Kata Edwin sembari berlalu.
Senyum indah menghiasi wajah Andre. Mungkin dengan cara itu dia punya uang tuk bisa menikahi Tuminah. Bisa mencukupi kebutuhan ibunya yang sudah renta. Bisa menyekolahkan adiknya hingga perguruan tinggi.
"Bos kamu itu sudah menodai saya sejak dulu sebelum dia menikah dengan bule Jepang itu. Saya jadi kehilangan masa depan karenanya." Ujar dr. Cantika secara tiba-tiba dibelakang Andre.
"Maaf, Saya tidak berani ikut campur Bu. Itu bukan wewenang saya. Permisi." Andre mencoba menghindar namun dr. Cantika menghentikan dengan menarik pergelangan tangan Andre.
"Aku janji aku akan beri kamu imbalan yang sangat mahal, Atau pekerjaan dengan gaji lebih besar jika kamu mau bantu aku."
Bersambung
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (Part 23)
Diffarina berkata, "Tentu boleh dong Pi, Ingat pekerjaan kamu itu rezeki sekaligus amanah. Lakukan yang sebaik mungkin biar semuanya berkah."
Deeggg. Lagi-lagi Edwin terkejut. Selama ini dia banyak sekali tidak jujurnya dalam mengemban pekerjaan sebagai kontraktor.
"Eh, Kok malah diam. Ayo cepat sudah ditunggu klien." Tegur Diffarina.
Sedikit terkejut, Edwin menjawab. "Oh iya-iya dong Mi. Tadi mikir berat gitu ninggalin kamu disaat kondisi kamu kayak gini. Tapi ya sudah gak apa-apa. Ada para art dirumah yang siap menjaga kamu dan Aldino. Ingat kamu habis ini langsung istirahat ya. Emuuach." Ciuman hangat mendarat di kening Diffarina.
Edwin segera menemui Bi Siti untuk menitipkan Diffarina. Sebab dia hendak keluar bertemu dengan klien. Padahal dia ingin bertemu dengan mantan kekasihnya, Yakni dr. Cantika.
"Tempat pertama kita ngedate dulu. Caffe Mars , Jl. Cempaka no 17." Pesan WA dari dr. Cantika yang dibaca Edwin disertai foto meja nomor 9.
Edwin masih ingat betul. Dimeja itu juga dulunya digunakan Edwin menyatakan cintanya pada dr. Cantika. Dia mulai bersemangat mengulangi masa-masa indahnya dulu.
Edwin membawa mobil mewahnya melaju. Tak sampai dua puluh menit dia sampai dihalaman parkir Caffe Mars. Beberapa mata tertuju pada dia lengkap dengan ketampanan dan mobil mewahnya.
Dia lihat dr. Cantika telah menunggunya meja nomor sembilan. Meja itu terletak teras lantai kedua. Dari bawah Edwin melihat kecantikan serta keanggunan dr. Cantika dengan menggunakan gaun merah jambu yang ia belikan dulu. Rambut indahnya terurai diterpa semilir angin. Mengetahui Edwin sudah datang, dr. Cantika melambaikan tangan. Edwin balas dengan senyuman dan bersemangat berjalan menuju dr. Cantika.
Sesampai di meja nomor sembilan dr. Cantika menyapa,
"Selamat malam suami orang."
Edwin nyengir kecut sembari memalingkan muka.
"Ternyata kamu masih mau ya menemui perawan tua ini secara pribadi." Lanjutnya lagi.
"Eh bukan perawan sih. Kan kamu yang udah merenggutnya dulu. Lebih tepatnya ternyata kamu masih mau ya menemui gadis tapi bukan perawan ini." Lanjut dr. Cantika yang membuat Edwin menggelengkan kepala salah tingkah.
Seketika suasana hati Edwin berubah menjadi kesal. Edwin berkata,
"Cantika. Kamu itu ngomong apaan sih, Kamu ini seorang dokter loh. Dokter yang sukses, Profesional, Punya klinik, Please kamu seharusnya punya value yang lebih dari perkataanmu barusan..
"Anggap aja value aku udah habis tak tersisa. Kamu habiskan. Sex before marriage. Kamu gak mungkin lupa." Potong dr. Cantika.
"Begini ya, Bu dokter yang terhormat. Berapa yang harus kubayar untuk ganti rugi biaya operasi keperawanan kamu? Jangan bilang kamu gak tau menahu soal teknologi operasi keperawanan!" Tekan Edwin yang emosinya semakin tersulut.
"Cuihh. Pak kontraktor yang sukses, Menantu dari pemilik PT Kitaro yang kaya raya. Kalau saya mau, Saya udah melakukan operasi itu sejak dulu. Tanpa harus mengemis biaya dari kamu. Ini bukan tentang biaya, Ini bukan tentang fisik yang kembali menjadi gadis. Ini tentang mentalku dan tanggung jawab kamu. Mana tanggung jawab kamu Edwin." Tuntut dr. Cantika dengan mata berkaca-kaca.
"Mental apa? Apa aku dulu memaksamu? Melecehkanmu? Memerkosa kamu? Kita lakukan itu atas dasar suka sama suka. Jadi kenapa kamu nyalahin aku?" Suara Edwin mulai meninggi.
Tak mau kalah, dr. Cantika membantah, "Tapi kamu dulu merayu aku. Kamu dulu berjanji menikahi aku. Kamu dulu berjanji sehidup semati bersamaku.."
"Tapi dulu orang tuamu tidak setuju karena aku miskin. Apa sudah kamu bilang ke orangtuamu. Bahwa lelaki yang dihina dan ditolaknya karena miskin sekarang sudah berjaya. Dan orangtuamu berubah pikiran. Lalu kamu meminta tanggungjawab walau aku sudah punya istri. Hahaha apa-apaan kamu!" Potong Edwin
Byurrr.
"Jangan bawa nama orang tuaku mereka tidak tau apa-apa!" Bentak dr. Cantika sembari menyiram wajah Edwin dengan jus alpukat yang telah dipesannya.
Sontak membuat mereka berdua menjadi pusat perhatian orang sekitar.
Tak kuasa menahan emosi, Edwin hendak melayangkan sebuah pukulan. Namun pukulan itu berhasil ditangkis oleh seseorang sebelum mendarat di pipi dr. Cantika.
"Jangan menyakiti fisik wanita Bos. Apapun masalahnya, Wanita bukanlah lawan kita sebagai lelaki." Sergap laki-laki itu yang tak lain adalah Andre.
Edwin segera melepaskan tangannya. Lalu menunjuk dagu Andre,
"Hey, Kamu itu kuli baru itu kan? Pacarnya Tuminah, Art ku. Yang kemarin mohon-mohon minta pekerjaan pada saya. Bahkan untuk menikah secara sederhana saja belum mampu. Heh, Tidak usah sok bijak menasehati aku! Hidup masih tidak karuan pakai gaya-gayaan menasehati. Hidup ini jangan kebanyakan teori!"
"Maaf Bos, Jika saya terlalu lancang mengatakan itu kepadamu. Tapi walaupun hanya seorang kuli akan tetapi saya berpikir jangka panjang. Bagaimana jika perlakuan kekerasan yang Bos lakukan terekam oleh cctv dan bisa menjadi bukti, Disini juga banyak orang yang bisa menjadi saksi. Jika saja wanita ini mau melapor ke pihak kepolisian. Maka bukti dan saksi sudah lengkap." Jelas Andre.
Edwin menatap sekeliling. Memang terpapang cctv serta ada beberapa mata yang meliriknya.
"Saya tau Bos, Wanita ini bukanlah istri Bos. Andaikan dia memperkarakan kekerasan darimu maka kasusnya pun menjadi meledak. Karena baik Bos maupun wanita ini adalah sama-sama orang penting. Kontraktor dan dokter. Bayangkan saja jika istri Bos tau, Ibundanya Bos tau. Maka Bos bukan hanya terlibat hukum. Tapi keharmonisan rumah tangga Bos jadi berantakan." Jelas Andre lagi.
Edwin terdiam seribu bahasa. Dia merasa ada benarnya yang dikatakan Andre.
"Terimakasih, Laki-laki baik. Tak mengapa profesi kuli. Uangmu halal dari hasil keringatmu sendiri. Tidak memeras ataupun memanipulasi oranglain. Tak mengapa meski kamu sekarang tak punya uang setidaknya kamu benar-benar berjuang untuk menikahi pacarmu. Bukan mempermainkan wanita!" Kata dr. Cantika pada Andre namun dipenuhi sindiran untuk Edwin.
"Sama-sama Bu Dokter, Maaf saya permisi dulu, Saya tidak ingin mencampuri urusan kalian lebih jauh lagi. Saya datang hanya sebatas mendamaikan. Permisi Bu, Pak." Pamit Andre meninggalkan tempat tersebut.
Sementara Edwin mengikutinya hingga ke parkir.
"Andre. Berhenti!" Panggil Edwin.
"Duduklah, Ada yang ingin aku bicarakan sama kamu." Perintah Edwin kemudian mereka berdua duduk di gazebo di tepi parkiran.
"Ada apa Pak?"
"Begini, Aku minta maaf tadi udah arogan sama kamu. Ternyata yang kamu omongin benar. Hampir saja aku lepas kontrol dan bisa menghancurkan semuanya." Kata Edwin menunduk.
"Santai saja Pak. Udah aku maafin. Namanya orang lagi emosi ya wajar bicara begitu." Balas Andre.
"Kira-kira aku perlu bantu kamu apa supaya kamu bisa jaga rahasia pertemuanku dengan dr. Cantika dari istriku?" Tanya Edwin memelas.
Andre mengernyitkan dahi.
"Kamu ucapkan saja berapa atau dengan apa aku bisa ..."
Andre memotong, "sudahlah Pak, Sudah saya katakan saya tidak mau terlibat urusan kalian lebih jauh. Jadi saya gak berharap apapun dari Bapak dan saya tidak akan memberitahu masalah Bapak kesiapapun karena itu bukan urusan saya."
"Kamu serius? Tolonglah kamu ambil saja imbalan dari saya! Please." Bujuk Edwin.
"Serius Pak. Maaf, Saya tidak mau." Tegas Andre.
"Yaudah. Kalau begitu temui saya dikantor pusat besok. Saya ingin mengangkat kamu menjadi staf." Ujar Edwin.
"Gak Pak. Saya hanya lulusan SD. Tidak bisa komputer dan syarat lain yang memenuhi. Hehehe Bapak bisa aja bercandanya." Kata Andre tak percaya.
"Tidak ada orang yang tidak bisa. Yang ada adalah orang yang tak mau belajar. Biar begitu. Aku melihat kamu orang yang cerdas. Kamu harus mau ambil kesempatan ini. Ingat ada Tuminah yang harus kamu bahagiakan." Kata Edwin sembari berlalu.
Senyum indah menghiasi wajah Andre. Mungkin dengan cara itu dia punya uang tuk bisa menikahi Tuminah. Bisa mencukupi kebutuhan ibunya yang sudah renta. Bisa menyekolahkan adiknya hingga perguruan tinggi.
"Bos kamu itu sudah menodai saya sejak dulu sebelum dia menikah dengan bule Jepang itu. Saya jadi kehilangan masa depan karenanya." Ujar dr. Cantika secara tiba-tiba dibelakang Andre.
"Maaf, Saya tidak berani ikut campur Bu. Itu bukan wewenang saya. Permisi." Andre mencoba menghindar namun dr. Cantika menghentikan dengan menarik pergelangan tangan Andre.
"Aku janji aku akan beri kamu imbalan yang sangat mahal, Atau pekerjaan dengan gaji lebih besar jika kamu mau bantu aku."